...........................................................

Renungan Al Quran

Kegalauan hati Part V

Entah mengapa, beberapa pekan ini hatiku berbunga-bunga. Ibarat pohon bertunas kembali, setelah lama meranggas dimusim kemarau. Wuih… indah sekali rasanya. Seperti anak ABG saja… padahal dah ada dua buntut ya… Emang ABG saja yang boleh jatuh hati? Siapa saja boleh, karena sesungguhnya ‘jatuh hati’ itu adalah hak setiap makhluk… Lho kok jadi puitis begini ya…
Semenjak pertemuan itu, sepertinya banyak berubah dalam diriku. Yang jelas, jadi lebih bersemangat menjalani keseharianku. Apalagi di pagi hari, saat bangun tidur, untuk sholat subuh. Aku sering berlama-lama melihat anak-anak yang masih terlelap. Membayangkan suatu saat, akan ada sosok laki-laki dewasa, yang sedang bercanda dengan mereka, menggendong mereka, berjalan bersama, mengantar sekolah. Ah… bayangan-bayangan itu sering membuat aku tersenyum sendiri.
Ibuku pun sering terheran-heran, melihat perubahanku akhir-akhir ini. Termasuk pagi ini, ketika kami sarapan bersama. Ibuku sengaja duduk di kursi makan menghadap aku, menatap aku yang sedang asyik menyuap nasi. Lama dia manatapku, aku pura-pura tidak tahu. Aku mengira, sepertinya akan ada yang akan diucapkan oleh Ibu. Dugaanku tidak meleset.
“Nduk…, hari ini ngajar ya?”
“Inggih Bu, wonten nopo to… ?”
“Aku perhatikan…, kamu kok sekarang ceria terus… tumben”
“Kan sae to Bu, ceria niku…”
“Dari pada cemberut… mending ceria…”
“Dibawa santai saja, hidup itu…”
“Inggih…to Bu…”
Ups… Ibu menanyakan aku, tentang perubahan itu akhir-akhir ini. Aku tidak bisa menutupi, karena ini masalah hati, masalah perasaan seorang wanita. Tetapi, pikirku, belum saatnya aku harus memberi tahu ke Ibu tentang perasaan ini. Maka, aku mencoba untuk tidak memberitahu ke Ibu dulu.
Pagi ini, aku harus bergegas ke kampus, karena ada jadwal mengajar pagi. Sementara aku tinggal Ibuku yang masih belum selesai makan. Aku minta pamit ke Ibu. Aku cium tangannya.
Eits… hampir lupa. Segera, aku ke kamar tempat dua anakku tidur. Masih terlelap rupanya. Aku cium pipi keduanya… Aku bisikkan ke telinga mereka,jadi anak solih ya sayang…
……………
Ups… kursi yang aku duduki di teras rumah ini terasa panas, rupanya terlalu lama aku duduki. Ah… istrirahat sebentar, gumamku. Lalu aku minum teh hangat yang telah dibuat ibuku. Hmm… nikmat juga minum teh buatan ibu. Lalu aku lanjutkan lagi membuat soal ujian di laptopku. Tetapi, tiba-tiba saja terhenti, aku kembali teringat… percakapan terakhir di telepon dengan akh Amin beberapa waktu lalu.
Sudah hampir dua bulan, aku meminta kesediaan ikhwan teman SMA itu untuk menjadi Abi dari anak-anakku. Tetapi belum juga ada jawaban. Aku memahami itu…, pasti berat bagi akh Amin, untuk segera menyampaikan jawaban itu, karena ada istri dan anak-anaknya. Selama ini, aku yakin istri dan anak-anaknya bahagia mempunyai seorang Abi, akh Amin. Tetapi justru karena istri dan anak-anaknya bahagia itulah, maka aku juga ingin menggenapkan kebahagian itu pada anak-anakku. Belum lagi aku mengenal akh Amin sejak SMA. Untuk ukuran anak se usia SMA saat itu, akh Amin tergolong anak yang baik. Walaupun dari keluarga sederhana tetapi Ia banyak kelebihan, dibanding anak seusianya. Kalem, cool, dan cerdas juga. Sehingga, dengan semua kesadaran itu, maka aku telah bertekad, berkeinginan untuk membesarkan anak-anakku berdua dengan akh Amin.
Teringat itu, kemudian aku buka internet di laptopku, di emailku barangkali ada surat masuk dari akh Amin. Ternyata benar, ada surat masuk dari akhAmin. Aku tidak sabar untuk membukanya, dag dig dug juga hati ini, melihat judul emailnya, tentang permintaan itu.

Assalamu’alaikum…

Ukhti Evi yg di Rahmati Allah, sebelumnya minta maaf bhw sampai hari ini ana blm memberikan jawaban permintaan ukhti.
Ukhti Evi ana tahu perasaan anti, tetapi ana lbh tahu perasaan istri ana. Saat ini kami sedang berdiskusi, berwacana dgn istri perihal poligami. Ternyata ana msh blm byk mengerti perasaan hati seorang istri. Krn itu, berilah ana waktu lagi, utk mengambil keputusan itu. Krn ana tdk ingin akan ada yg tersakiti atas keputusan itu. Jadi, mhn maaf, afwan ana belum kasih jwban.
Wassalamu’alaikum…
Sudah aku duga sebelumnya, akh Amin masih berat untuk mengambil keputusan itu. Karena tidak mudah memang. Aku pun segera membalas email itu.
Assalamu’alaikum wr wb
Akhina Amin, aku tahu perasaan istri antum. Krn aku juga seorang istri, seorang wanita. Tdk mengapa antum belum memberi jawaban, krn memang pasti membutuhkan waktu yang cukup untuk membuat keputusan ini.
Afwan sebelumnya, berilah aku kesempatan, kalau boleh aku akan silaturahim ke rumah antum. Aku ingin bertemu dgn istri dan anak-anak antum. Lebih lagi istri antum, aku akan berbagi cerita dengan beliau. Banyak hal yg ingin aku ceritakan. Kalo boleh, Sabtu depan tgl 25 Juni aku akan silaturahim ke rumah antum.
Wassalamu’alaikum wr wb
Sukses sudah aku kirim emailku ke akh Amin, tinggal aku memantapkan doaku saja pada Allah SWT, karena aku masih ada tempat bergantung yaitu Allah SWT. Bahkan, dalam setiap doaku, aku panjatkan pada Allah SWT ‘Sampaikan hajatku ini tepat pada waktunya, sekiranya berjodoh itu datang. Kalaupun tidak, maka berilah yang terbaik padaku. ‘
Berdoa sudah, proses sedang berjalan. Atas jawaban akh Amin melalui emailnya itu, aku yakin, masih ada kesempatan, ada waktu, ada harapan. Jadi…, harapan (nikah lagi) itu masih ada.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "Kegalauan hati Part V"

Posting Komentar

Hadits Muslim